14. pornography
Pornografi ( sering disingkat sebagai " porno
" atau " porno " dalam penggunaan informal) adalah penggambaran
subyek seksual untuk tujuan gairah seksual . Pornografi dapat disajikan dalam
berbagai media, termasuk buku , majalah , kartu pos , foto , patung ,
menggambar, melukis , animasi , rekaman suara , film, video , dan video game .
Istilah berlaku untuk penggambaran tindakan daripada tindakan itu sendiri ,
sehingga tidak termasuk pameran hidup seperti acara seks dan striptis . Subyek
utama dari penggambaran pornografi adalah model porno , yang berpose untuk foto
diam, dan aktor porno atau bintang porno , yang tampil di film-film porno .
Jika keterampilan dramatis tidak terlibat , pemain dalam film porno juga dapat
disebut model.
Pengaturan
pornografi melalui internet dalam KUHP
Cyber
pornography barangkali
dapat diartikan sebagai penyebaran muatan pornografi melalui internet.
Penyebarluasan muatan pornografi melalui internet tidak diatur secara khusus
dalam KUHP. Dalam KUHP juga tidak dikenal istilah/kejahatan pornografi. Namun,
ada pasal KUHP yang bisa dikenakan untuk perbuatan ini, yaitu pasal 282 KUHP
mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.
“Barangsiapa
menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran
atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa
dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum,
membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri,
meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun
barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta,
menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana
penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat
ribu lima ratus rupiah”
Pengaturan
pornografi melalui internet dalam UU ITE
Dalam UU No.
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juga tidak ada istilah
pornografi, tetapi “muatan yang melanggar kesusilaan”. Penyebarluasan muatan
yang melanggar kesusilaan melalui internet diatur dalam pasal 27 ayat (1) UU
ITE mengenai Perbuatan yang Dilarang, yaitu;
“Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”
Pelanggaran
terhadap pasal 27 ayat (1) UU ITE dipidana dengan pidana penjara paling lama
enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 milyar (pasal 45 ayat [1] UU
ITE).
Dalam pasal
53 UU ITE, dinyatakan bahwa seluruh peraturan perundang-undangan yang telah ada
sebelumnya dinyatakan tetap berlaku, selama tidak bertentangan dengan UU ITE
tersebut.
Pengaturan
pornografi melalui internet dalam UU Pornografi
Undang-undang
yang secara tegas mengatur mengenai pornografi adalah UU No. 44 Tahun 2008
tentang Pornografi (UU Pornografi). Pengertian pornografi menurut pasal 1 angka
1 UU Pornografi adalah:
“… gambar,
sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi,
kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai
bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat
kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam
masyarakat.”
Pelarangan
penyebarluasan muatan pornografi, termasuk melalui di internet, diatur dalam
pasal 4 ayat (1) UU Pornografi, yaitu;
“Setiap
orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan,
menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara
eksplisit memuat:
a. persenggamaan, termasuk
persenggamaan yang menyimpang;
b. kekerasan seksual;
c. masturbasi atau onani;
d. ketelanjangan atau
tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
e. alat kelamin; atau
f.
pornografi anak.”
Pelanggaran pasal
4 ayat (1) UU Pornografi diancam pidana penjara paling singkat enam bulan dan
paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling
banyak Rp6 miliar (pasal 29 UU Pornografi).
Pasal 44 UU
Pornografi menyatakan bahwa pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua
peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan tindak pidana
pornografi dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang ini.
Kesimpulan:
- Baik UU
Pornografi dan UU ITE dapat dipergunakan untuk menjerat pelaku kejahatan
pornografi yang menggunakan media internet. Meski demikian, pasal 282 KUHP
juga masih dapat digunakan untuk menjangkau pornografi di internet karena
rumusan pasal tersebut yang cukup luas, ditambah lagi pasal 44 UU
Pornografi menegaskan bahwa semua peraturan perundang-undangan yang
mengatur atau berkaitan dengan tindak pidana pornografi dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU tersebut.
- Berdasarkan
uraian di atas, menurut hemat kami, UU Pornografi adalah lex specialis
(hukum yang khusus) dari UU ITE dan KUHP dalam kejahatan pornografi
melalui internet. Pornografi merupakan salah satu bagian dari muatan yang
melanggar kesusilaan yang disebut pasal 27 ayat (1) UU ITE dan KUHP.
- Kami
tidak melihat ada pertentangan dalam pengaturan kejahatan pornografi di
internet, khususnya di antara UU Pornografi dan UU ITE. Sebaliknya,
ketiganya justru saling melengkapi. Batasan atau pengertian pornografi
diatur dalam UU Pornografi, dan cara penyebarluasan pronografi di internet
diatur dalam UU ITE. Meski demikian, bukan berarti cara pengaturan
pornografi di kedua UU tersebut sudah tepat.
Sign up here with your email
EmoticonEmoticon